Kita kehilangan seorang pribadi yang telah mendarmabaktikan hidup beliau untuk ilmu dan pendidikan, seorang pribadi yang santun dan rendah hati: Prof. Dr. Benedictus Suprapto Brotosiswojo. Beliau yang lahir di Yogyakarta pada 20 Mei 1934 itu wafat di Bandung pada 26 November 2020 dalam usia 86 tahun.

Tahun 2014 Kardinal Ignatius Suharyo (waktu itu belum memangku amanah sebagai kardinal) menulis, “Waktu pertama kali saya bergabung dengan Yayasan Unpar sekitar empat tahun yang lalu [2010], dalam rapat Pembina bersama dengan Pengurus dan Pengawas Yayasan Unpar, saya sangat terkesan akan kehadiran priyayi sepuh (=bahasa Jawa, yang sangat sulit diterjemahkan ke bahasa lain, artinya kurang lebih pribadi senior yang mencerminkan keagungan hati dan budi). Bukan hanya kehadirannya yang mengesankan, tetapi sumbangan-sumbangan gagasannya yang amat cerdas dan menunjukkan perhatian serta keterlibatan yang amat kuat dalam dunia pendidikan. Baru kemudian saya tahu bahwa beliau adalah Bapak Prof. Dr. Benny Suprapto Brotosiswojo.”

Pak Benny, demikian beliau akrab disapa, – alumnus TK Taman Siswa, SD Keputran, SMP Bruderan Kidul Loji, dan SMA Kolese de Britto Yogyakarta – mengenang dan bersyukur atas pendidikan karakter yang diperoleh beliau pada masa sekolah. Atas saran Pater J. Drost, SJ (waktu itu masih frater dan sedang studi di UI Bandung, kelak dikenal sebagai Direktur SMA Kolese Kanisius Jakarta), pada tahun 1955 Benny melanjutkan studi ke Universitas Indonesia di Bandung, di Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA).

Sains dan Pendidikan

Di Bandung, Benny tinggal di asrama yang dikelola oleh Bruder-Bruder Santo Aloysius, dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan intra- maupun ekstra-kampus. Studi diselesaikan tepat waktu pada tahun 1960, dan langsung ditugaskan belajar ke Purdue University, di West Lafayette, Indiana, Amerika Serikat. Studi doktoral di Department of Physics and Astronomy diselesaikan pada tahun 1964.

Kembali ke Indonesia, Pak Benny ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Fisika Nasional (LFN) selama kurun waktu 1964–1974. Beliau dipercaya sebagai Dekan Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam ITB pada kurun waktu 1968–1972. Beliau memperoleh penghargaan sebagai associate member dari International Center for Theoretical Physics (ICTP) pada kurun waktu 1971-1975, dengan memperoleh kesempatan melakukan kunjungan penelitian di Trieste sebanyak tiga kali. Pada tahun 1974–1975 beliau diperbantukan pada Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).

Pak Benny memperoleh kepercayaan memangku amanah sebagai Direktur Pendidikan Menengah Umum (Dikmenum), di bawah Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Amanah ini terus dipangku beliau selama 12 tahun dalam kurun waktu 1976–1988. Beliau memeroleh kepercayaan memangku amanah sebagai Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) dalam kurun waktu 1988–1992. Selanjutnya, beliau dipercaya sebagai Rektor Universitas Terbuka (UT) dalam kurun waktu 1992–1996. Sejak ketika masih menjabat sebagai Rektor UT, yaitu sejak 1994, Pak Benny terlibat dalam Indonesia Toray Science Foundation.

Universitas Katolik Parahyangan

Keterlibatan Pak Benny secara sukarela sebagai anggota Pengurus Yayasan Unpar sudah dimulai sejak tahun 1968. Hal itu terus berlangsung sepanjang dasawarsa 1970-an dan 1980-an, baik dalam Dewan Pengurus Yayasan maupun Dewan Pengawas Yayasan. Pada tahun 1989 ketika Prof. Dr. KPH Albertus Sosrowinarso wafat, Pak Benny memperoleh kepercayaan untuk memangku amanah sebagai Ketua Yayasan. Di tengah kesibukan sebagai Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan (sampai 1992), dan kemudian Rektor Universitas Terbuka (1992-1996), beliau memimpin Yayasan Unpar.

Pada masa kepemimpinan Pak Benny sebagai Ketua Yayasan, pada tahun 1993 didirikanlah Fakultas Teknologi Industri (FTI), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA, yang kelak kemudian berubah nama menjadi Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, FTIS). Adapun pada tahun 1995 dibuka program magister (S2), yang sudah dirintis pada masa sebelumnya. Pada masa itu pula dibangun Gedung Rektorat, Gedung 7, dan Gedung 8.

Ketika bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multidimensional, pada tahun 1998 Pak Benny memperoleh kepercayaan untuk memangku amanah sebagai Rektor Unpar (1998–2002). Beliau dibantu oleh empat Pembantu Rektor. Pada masa itu Unpar memperoleh kepercayaan sebagai PTS pertama penyelenggara program doktor (S3) pada tahun 2000. Dengan pembangunan Gedung 9 maka hampir semua kegiatan akademik Unpar dilakukan di Kampus Ciumbuleuit, kecuali Fakultas Filsafat.

Sesudah menyelesaikan masa bakti sebagai Rektor Unpar, Pak Benny dimohon sebagai anggota Pembina Yayasan Unpar. Beliau masih sebagai anggota Pembina Yayasan ketika wafat.